Bisnis.com, JAKARTA - Di usia Republik Indonesia ke 79 tahun, kita mengalami era kecerdasan aritifisial (AI). Di mana teknologi AI terintegrasi di kehidupan manusia. Memungkinkan komputer membantu melakukan tugas selayaknya kecerdasan manusia dari pembelajaran hingga pengambilan keputusan.
Karakteristik utama era ini meliputi pembelajaran mesin, jaringan saraf tiruan, Generatif AI, dan otomatisasi. Semuanya meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Meskipun membawa banyak manfaat, era ini juga menimbulkan tantangan dari etika, privasi, hingga dampak lapangan kerja.
Apabila dikaitkan dengan transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto, bagaimana tantangan ini bisa diubah jadi keuntungan.
Di berbagai kesempatan, Pak Prabowo menyampaikan target pertumbuhan ekonomi 8% dan 19 juta lapangan pekerjaan baru selama lima tahun. Pertanyaannya, bagaimana AI dan ekonomi digital mampu mendukung rencana itu? Di sisi lain, bagaimana kita membangun tata kelola ketahanan digital, karena serangan siber (ransomware dan phishing) meningkat lebih dari 300% di seluruh dunia.
Mari kita mulai dari potensi ekonomi AI. Teknologi adalah multiplier bagi pertumbuhan PDB, menurut Maddison Project, sejarah mencatat revolusi industri di tahun 1800-an meningkatkan PDB hingga 4x lipat. Lantas kita menikmati komputer, internet, smartphone, hingga cloud computing. Kini dengan AI, diprediksi AI meningkatkan PDB hingga 20x lipat.
Studi Kearney menyampaikan AI menambah US$366 miliar ke PDB Indonesia pada 2030. Kajian ELSAM dan Access Partnership mengungkapkan Gen AI akan membuka kapasitas produksi US$243,5 miliar, setara 18% PDB Indonesia di tahun 2022. Kondisi ini menegaskan bagaimana Indonesia telah menjadi salah satu tujuan utama investasi AI dan hypercloud.
Sejalan dengan potensi ini, pada 30 April 2024, Satya Nadella, CEO dan Chairman Microsoft Corporation mengumumkan investasi sebesar US$1,7 miliar selama 4 tahun di infrastruktur baru cloud dan AI di Indonesia.
Komitmen untuk mendukung pemerintah mewujudkan fondasi infrastruktur untuk transformasi AI. Yang juga menarik, laporan IDC menyebutkan, bila organisasi menginvestasikan setiap US$1 ke dalam AI, mereka mendapatkan rata-rata US$3,50 sebagai keuntungan.
Lantas bagaimana adopsi AI di Indonesia? Laporan Work Trend Index 2024 yang dikeluarkan Microsoft dan LinkedIn, menemukan 92% karyawan, termasuk yang bekerja remote, menggunakan Gen AI di tempat kerja. Bahkan 92% pemimpin bisnis mengakui pentingnya AI dalam mempertahankan keunggulan kompetitif. Di sisi lain, 76% karyawan sudah membawa solusi AI mereka ke tempat kerja.
Fenomena adaptif ini patut diapresiasi, tetapi menghasilkan konsekuensi lain. Bagaimana proteksi, akuntabilitas, dan keamanan data perusahaan saat digunakan dengan peralatan pribadi karyawan. Meski demikian, 48% menyuarakan kekhawatiran belum memiliki visi dan rencana jelas dalam penerapannya.
Berikutnya, kesediaan talenta para developer AI. Peran mereka kritikal mengungkit potensi Indonesia sebagai negara ekonomi digital. Menariknya, lebih dari 3,1 juta developer di Indonesia telah menggunakan GitHub, platform pengembangan software, kolaborasi, dan inovasi. Yang membanggakan, jumlahnya terbesar ketiga di Asia Pasifik, setelah India dan China.
Pertumbuhannya juga tercepat di Asia Pasifik, 31 persen angkanya. Diproyeksikan menembus lima terbesar global di 2026. Selain itu, parameter lainnya, jumlah proyek Gen AI developer Indonesia di platform GitHub, bertumbuh hingga 213% di tahun 2023.
Yang juga diharapkan talenta dari dunia kampus terhubung dengan industri. Mereka turut membangun aplikasi AI dibutuhkan industri demi akselerasi produktivitas dan inovasi. Sehingga ekosistem digital yang terbangun makin solid. Kini, banyak organisasi telah menggunakan solusi Gen AI. Di antaranya DANA, PT Kereta Api Indonesia (Persero), Telkomsel, serta Universitas Terbuka.
Lantas, bagaimana transformasi AI dan ketahanan digital sektor pemerintah? Kita harus meningkatkan maturity pengunaan hyperscale cloud di kalangan pemerintah. Sehingga kita punya kemampuan melindungi dan mempertahankan sistem, jaringan, dan data dari serangan siber yang makin canggih.
Hyperscale cloud juga menghadirkan skalabilitas, pemerintah akan mampu mengelola dan memproses data besar dengan cepat dan efisien, hal penting untuk aplikasi AI.
Efisiensi menjadi benefit lainnya, sehingga pemerintah dapat mengalihkan biaya infrastruktur IT ke prioritas lainnya. Hal penting hyperscale cloud menawarkan keamanan data dan kehandalan sistem, karena fitur keamanan canggih, deteksi ancaman, pemulihan bencana dari serangan siber, dan keandalan uptime guna memastikan layanan publik berjalan tanpa gangguan.
Tentu saja, dengan harapan akselerasi adopsi AI di Indonesia, hyperscale cloud memungkinkan pemrosesan data yang cepat dan efisien, seperti analisis data, pengenalan pola, dan pengambilan keputusan otomatis. Hal ini akan mengantarkan pemerintah untuk menangguk inovasi dan pengembangan produk. Karena kementerian dan lembaga lebih mudah mengembangkan dan menguji model AI tanpa perlu investasi infrastruktur.
Yang kita perlukan road map Manifesto Transformasi AI dan Ketahanan Digital. Hal mendesak yang harus dilakukan, meninjau dua kebijakan.
Pertama, merevisi PP No. 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik untuk tata kelola data agar kementerian dan lembaga memanfaatkan hyperscale cloud, klasifikasi data, kemudahan data lintas batas negara dengan kepercayaan, manajemen resiko siber dalam pengelolaan data dan Informasi, serta perlindungan identitas digital juga implementasi zero trust policy framework.
Kedua, SE Menteri Kominfo Etika Kecerdasan Artifisial ditingkatkan dari komitmen sukarela jadi mengikat. Misalnya menjadi Peraturan Menteri Kominfo tentang tata kelola AI. Regulasi itu diharapkan mencakup prinsip etika, risiko berjenjang dan mitigasi, serta upaya tata kelola.
Dalam menyusun berbasis risiko ini, AI regulatory sandbox sebagai platform penguji implementasian AI lintas sektor. Di mana, fokus utamanya menganalisa risiko data dan etika, sebelum penerapan secara luas.
Bila dua kebijakan ini dapat diselesaikan, hal ini dalam memberikan fondasi transformasi AI bagi pemerintahan berikutnya. Meningkatkan maturity pemanfaatan hyperscale cloud akan menghasilkan efisiensi operasional kementerian dan lembaga, memperkuat keamanan siber, mempercepat inovasi dalam layanan publik melalui teknologi AI.
Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi meningkatkan investasi hyperscale cloud computing dan infrastruktur AI di Indonesia, sehingga jadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi dan membuka potensi pekerjaan baru di ekosistem ekonomi digital.